Hari ini di kelas, kami mempelajari tentang hitung-hitungan. Aku sangat benci hitung-hitungan, jadi seharian tadi aku menekuk muka dan alis karena aku kebingungan. Disaat bingung itu, aku memikirkan angka favoritku. 13 (tiga belas), 13 adalah angka favorit sepanjang masa. Entah mengapa tapi aku sangat senang dengan angka 13 disaat orang-orang bilang kalau angka itu angka sial. Ada cerita dibalik angka 13 itu.
Kurang lebih 8 tahun yang lalu, aku menjalin hubungan dengan seseorang berinisial R. Tepat pada tanggal 13 Oktober kami selalu merayakan anniversary. Aku merasa dia adalah laki-laki satu-satunya yang sangat peduli kepada ku. Dia berbeda 5tahun dengan ku. Tidak terlalu dewasa tapi cukup untuk membimbingku untuk bersikap dengan baik dan benar. Selama kami menjalin hubungan atau bisa dibilang pacaran, kami jarang bertengkar karena kami jarang bertemu. Paling aku bertemu dengan dia kalau dia bisa menjemputku ke sekolah. Kami berpacaran cukup lama, keluarga kami sudah saling kenal, mereka baik dan sering sekali meminta kami agar secepatnya menikah. Sayangnya aku masih sekolah dan terlalu muda untuk menikah. Tetapi keluarganya tidak terlalu memaksakan.
Setiap Idul Fitri, Idul Adha atau acara besar lainnya aku suka mengikuti acara keluarganya dan begitu sebaliknya. Keluarga yang hangat, ramah, baik, sopan, menyenangkan, pokoknya keluarga kedua yang aku impikan ada di keluarganya. Aku bahagia selama 3 tahun pertama. Kami berpacaran selama 4 tahun, pada tahun ke 4 kami berpacaran, dia mulai berlaku aneh. Kuliah jurusan Pendidikan Biologi, banyak memiliki teman perempuan, banyak hasutan dari teman laki-lakinya, membuat dia menjadi berpaling dariku. Teman perempuannya sering mengajak dia untuk pulang bersama dan mampir sebentar di kosan perempuan tersebut. Teman laki-lakinya sering bilang kalau aku itu masih seperti anak kecil, badan aku tidak sexy, kalah dengan teman-teman perempuannya yang lain. Untuk awal-awal mungkin dia tidak terhasut, lama-kelamaan dia menghilang. Seminggu, dua minggu, dia tidak memberi kabar. Aku menelepon ke rumahnya, Ibunya bilang dia belum pulang ke rumah. Aku cari ke kampusnya, dia tidak ada. Aku mulai curiga kalau dia memang ada apa-apa dengan temannya.
Ternyata setelah beberapa bulan aku bertanya pada teman-temannya dia mengaku kalau sempat dekat dengan salah satu teman perempuannya. Katanya, teman perempuannya yang merayu dia untuk mendekatinya. Aku mulai malas mendengarkan cerita tentang temannya. Dia mulai menjauh dariku. Dia mulai aneh. Dia tidak pernah pulang kerumah. Suatu waktu dia jatuh dari motor dekat rumah ku. Lalu dia melepon ke rumah.
"Neng, dimana?".
"Di rumahlah, kan Akang nelfon kerumah!"
"Akang jatoh nih di Soekarno Hatta."
"Oh ya udah aku kesitu!".
Dengan nada datar dan uang pas-pasan aku pergi ke depan salah satu sekolah kejuruan. Dia jatuh dan sempat terseret beberapa meter. Ngeuh ngga kalau aku biasa saja menanggapinya?. Pada saat itu dia tidak pernah memberi kabar. Lalu dia menelepon dia jatuh dan ingin aku menemuinya. Kan... (sensor)!!
Aku tanya,
"Tumben jam segini udah pulang, emangnya mau kemana?".
"Sebenernya mau ke rumah seseorang (perempuan)".
Aku hanya diam dan berfikir kalau rumah seseorang itu sangat dekat dengan rumah ku. Dan mulai bertanya kenapa dia tidak mampir ke rumah ku. Aku hanya diam dan mencoba menelepon anggota keluarganya, yaitu adikknya. Singkat cerita dia sudah sembuh dan lagi-lagi tidak ada kabar apapun dari dia setelah aku susah payah menghampiri dia dan pergi ke rumahnya tanpa uang sepeserpun.
Setelah beberapa minggu dari itu, dia menghilang. Tidak ada kabar berita, tidak ada sms atau telepon. Tiba-tiba Ibunya menelepon ke rumah dan bertanya mengapa aku tidak pernah main kerumah lagi dan bilang malah ada perempuan lain yang di ajak ke rumah.
Aku hanya bilang, "Maaf bu, tapi Akang ngga ada kabar dan Neng juga ngga tau dia kemana. Dia juga udah ngga pernah kerumah". Ibunya hanya bisa minta maaf kepadaku.
Beberapa minggu kemudian, dia menghubungi aku dan minta maaf kalau dia menghilang. Entah mengapa saat dia datang, aku tidak marah, malah aku hanya menatapnya dan bilang,
"Ngga apa-apa kang, emang kemana aja sih? Sibuk kuliah?". Dengan nada rendah dan mata berkaca-kaca aku bertanya padanya. Tapi aku tak bisa menahan air mata yang ingin keluar dan aku tumpahkan semua rasa kangen, rasa kesal, rasa sayangku padanya. Dia hanya diam, memelukku dan meminta maaf terus menerus. Tapi, dia datang dengan membawa berita yang bisa membuat aku lebih rapuh dari sebelumnya. Dia minta putus. Aku menjauh dari peluknya dan bertanya kalau dia memang sedang bergurau. Dia serius. Sangat serius. Aku pun berhenti menangis dan menyuruh dia pulang. Aku menangis 3 minggu berturut-turut. Saat itu aku 2 SMA dan nilai ku pun anjlok parah. Dan aku hanya bisa pasrah karena dia pacar pertama dan pertama pula yang memutus hubungan dengan ku untuk perempuan lain.
Akhirnya aku kelas 3 SMA. Semua teman-teman menyemangatiku agar jangan sampai aku sedih lagi menjelang Ujian Nasional. Aku tidak pernah menagis lagi dan mungkin aku sudah kuat. Beberapa bulan setelah aku putus dengannya, dia datang kerumah malam hari dan aku sangat terkejut melihat dia ada di depan pintu rumah. Aku mempersilakan dia masuk dan senyum di bibirku mengembang tanpa bisa di kontrol. Aku bercerita tentang kelas 3 SMA akhir yang menyenangkan, aku akan lulus sebentar lagi dan bla-bla-bla.
Lalu dia memotong cerita, "Neng, sebenernya Akang kesini mau bilang sesuatu". Jantungku berdetak kencang dan aku berfikir bahwa aku akan kembali padanya.
Lalu aku melempar jokes padanya, "Adeuh, mau kasih kabar kalau mau nikah ya? Kapan?". Lalu dia menjawab, "Kok tau kalau aku mau ngasih tau tentang nikahan? Tunangan dulu sih bukan nikahan". Seketika senyumku pudar, jantungku seperti berhenti berdetak, aku menangis dengan tatapan muka datar.
Dia bertanya, "Kok nangis, aku salah ya? Maaf ya, maaf banget, Neng. Aku ngga tahu bisa begini, maaf maaf".
Aku tidak menjawab dan aku bilang, "Selamat atuh ya, ikut seneng, aku terharu Akang mau nikah, langgeng ya. Aku ngantuk nih, Akang pulang aja ya, maaf bukannya ngusir heuheu".
Akhirnya diapun pulang meninggalkan ku dengan tangis sejadi-jadinya di kamar. Aku baru tahu kalau dia akan menikah dengan kakak kelas ku di paduan suara setelah aku ikut paduan suara juga di kampusnya. Kami satu kampus yang sama. Jadi aku tahu informasi yang menyebar. Setelah itu dia datang kerumah untuk mengirimkan undangan pernikahannya padaku. Dengan lapang dada aku terima undangannya tetapi tidak bisa datang karena jauh, di Kuningan. Aku selalu mendoakan dia supaya menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarga. Karena aku tahu dia adalah orang yang baik dan mau bekerja keras.
Nah, kenapa aku suka angka 13, karena dibalik angka 13 ada banyak cerita tentang aku dan dia dan segala hal yang menyangkut keluarga.
Untuk yang entah berada dimana...
Semoga kita bisa bertemu dan menjalin silaturahmi dengan baik.
Walaupun kita pernah pacaran dan putus, bukan berarti silaturahmi harus putus juga.
Semoga kamu dan keluarga selalu berada di lindungan Allah SWT, Aammiinn.
Rin.xx
>_< Hhhhhhhhhhhhhhhhhh
ReplyDeletehuhuhu
Deletekok gini amat sih neng ( T^T )
ReplyDeletekok gini amat sih neng ( T^T )
ReplyDeleteNgga tau ca. Ikhlas aja aku mah T_T
Delete